BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kurikulum sebagai suatu
rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh
kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum
sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan
landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara
mendalam. Dan pada
dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen
kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi dengan cara mengkaji
buku kurikulum lembaga pendidikan itu. Dari buku kurikulum tersebut kita dapat
mengetahui fungsi suatu komponen kurikulum terhadap komponen-komponen kurikulum
yang lain. Dalam Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang
berbunyi: kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
peningkatan iman dan takwa;
b.
peningkatan akhlak mulia;
c.
peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d.
keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e.
tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f.
tuntutan dunia kerja;
g.
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h.
agama;
i.
dinamika perkembangan global; dan
j.
persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal
ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan
masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi
dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan
permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan
menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap
jenjang pendidikan.
Pada
dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru,
kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Bagi sekolah atau pengawas, berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan
supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulurn itu berfungsi sebagai
pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum
itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya
proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi
sebagai suatu pedoman belajar.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
:
1)
Bagaimanakah Pengertian
Kurikulum?
2)
Bagaimanakah
kurikulum SMP tahun 1975, khususnya IPS?
3)
Prinsip
Kurikulum SMP 1975?
4)
Ruang
Lingkup Kurikulum SMP 1975?
5)
Tujuan
Kurikulum 1975?
6)
Struktur
Kurikulum 1975?
7)
Alokasi
Waktu 1975?
8)
Bagaimanakah Ciri –ciri
Kurikulum SMP 1975?
9)
Sistem Penilaian Kurikulum
SMP 1975?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan
penulisan dalam makalah ini adalah :
1)
Untuk Mengetahui
Pengertian Kurikulum.
2)
Untuk Mengetahui kurikulum SMP
tahun 1975, khususnya IPS.
3)
Untuk
Mengetahui Prinsi Kurikulum SMP 1975.
4)
Untuk
Mengetahui Ruang Lingkup Kurikulum SMP 1975.
5)
Untuk
Mengetahui Kurikulum SMP 1975.
6)
Untuk
Mengetahui Struktur Kurikulum SMP 1975.
7)
Untuk
Mengetahui Alokasi Waktu Kurikulum SMP 1975.
8)
Untuk Mengetahui Ciri
–ciri Kurikulum SMP 1975.
9)
Untuk Mengetahui Sistem
Penilaian Kurikulum SMP 1975.
1.4 METODE PENGUMPULAN MATERI
Makalah ini dibuat dengan mengumpulkan
referensi dari beberapasumber dari Internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum diartikan berbeda-beda. Oleh beberapa
golongan orang atau masyarakat. Bagi kebanyakan orang, kurikulum adalah
seperangkat mata pelajaran yang harus dipelajari anak didik. Sedangkan, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum
dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
• Kurikulum sebagai suatu ide
• Kurikulum sebagai suatu rencana
tertulis
Sebagai perwujudan
dari kurikulum sebagai suatu ide, yang
didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat,
dan waktu.
•
Kurikulum sebagai suatu kegiatan
Merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu
rencana tertulis, dalam bentuk
praktek
pembelajaran.
• Kurikulum sebagai suatu hasil
Merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum
yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta
didik.
Sedangkan, Purwadi
(2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian:
•
Kurikulum
sebagai ide.
•
Kurikulum
formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam
melaksanakan kurikulum.
•
Kurikulum
menurut persepsi pengajar.
•
Kurikulum
operasional yang dilaksanakan atau dioprasionalkan oleh pengajar di kelas.
•
Kurikulum
experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik.
•
Kurikulum
yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional
sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Sedangkan Kurikulum 1975 memandang
proses pembelajaran sebagai suatu sistem
disusun satuan pelajaran. Sistem ini membawa konsekuensi pada pelaksanaan penilaian kemajuan belajar siswa.
2.2 KURIKULUM
SMP tahun 1975
Kurikulum
1968 dianggap sudah mulai usang. Perkembangan kehidupan politik, sosial,
budaya, teknologi dan terutama ekonomi dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan
kurikulum yang ada. Sementara itu keberadaan lembaga resmi di Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan yaitu Badan Pengembangan Pendidikan dimana ada bagian
Pengembangan Kurikulum memberikan arahan pengembangan kurikulum yang lebih
fokus, sistematis, dan sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan terutama
kurikulum. Pakar yang belajar khusus dalam kurikulum menambah kekuatan bangsa
Indonesia dalam memikirkan kurikulum lebih serius.
Pada
tanggal 17 Januari tahun 1975, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan nomor 008-D/U/1975, Pemerintah menetapkan kurikulum baru untuk SMP
dan dinamakan Kurikulum 1975, sesuai dengan tahun penetapan berlakunya
kurikulum tersebut. Dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1975 memberikan landasan
baru bagi kebijakan pengembangan kurikulum di Indonesia. Kurikulum 1975
merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan teori,
model, dan desain kurikulum modern. Pikiran teoritik tentang peserta didik,
proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dijadikan dasar-dasar utama dalam
pemikiran pengembangan kurikulum. Model pembelajaran yang dikenal dengan nama
Perencanaan Sistem Instruksional menjadi model baru dalam dunia pendidikan
Indonesia.
Selain itu, alasan yang mendasari munculnya kurikulum
1975 menggantikan kurikulum 1968 dikarenakan, Hasil kajian
penilaian telah menunjukkan bahwa kualitas tamatan SMP yang dikembangkan dalam
Kurikulum SMP 1968 sudah dianggap tidak lagi sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Masyarakat menghendaki tamatan SMP yang mampu belajar aktif, menjadi manusia
yang mampu mencari, mengolah, dan mengembangkan pengetahuan baru. Untuk itu
peserta didik tidak lagi menjadi orang yang pasif menerima berbagai informasi
yang disajikan guru dan buku teks tetapi sudah harus menjadi subjek yang mampu
membelajarkan dirinya dengan cara belajar aktif.
Untuk mendukung posisi peserta didik sebagai subjek
dalam belajar berbagai inovasi pendidikan telah tersedia. Inovasi dalam proses
pembelajaran yang mengarah kepada pendekatan teknologi pembelajaran yang
terencana, terarah dan jelas memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk
menguasai pengetahuan, kemampuan, nilai, dan sikap yang harus mereka miliki.
Inovasi pembelajaran dengan menggunakan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional dianggap lebih efisien dan efektif untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Selain itu Pemerintah telah menyelesaikan penulisan buku-buku
pelajaran yang memerlukan kurikulum baru karena berbagai pokok bahasan dan
informasi baru yang terdapat pada buku-buku tersebut.
Perkembangan Kebijakan Pendidikan
Perubahan dalam tujuan pendidikan pada masa
pemerintahan Orde Baru terus berkembang. Dapat dikatakan hampir pada setiap
sidang MPR lima tahunan menghasilkan tujuan pendidikan baru. Dalam Sidang Umum
MPRS pada tahun 1973 MPRS menghasilkan TAP MPR Nomor IV/MPR/1973 yaitu mengenai
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam bagian mengenai Pendidikan, Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Pembinaan Generasi Muda dinyatakan bahwa
“pembangunan dibidang pendidikan didasarkan atas Falsafah Negara Pancasila dan
diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan
untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki
pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan kreaktivitas dan
tanggung-jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa,
dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang
luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan
yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.” (Dokumen TAP MPRS No. IV Tahun
1973; Gunawan, 1986: 52). Istilah manusia Pancasila sejati tidak lagi
digunakan. Situasi politik pada tahun 1973 kiranya sudah lebih stabil
dibandingkan tahun 1966 dalam menangkal pengaruh negatif faham dan gerakan
komunis di Indonesia. Oleh karena itu kata-kata Pancasila sejati dalam tujuan
pendidikan tidak perlu dinyatakan secara ekspilisit. Sebagai gantinya jargon
politik yang populer pada waktu itu adalah manusia pembangunan. Semua kegiatan
diarahkan untuk pembangunan dan suasana pembangunan fisik dan non fisik
mendominasi kehidupan kebangsaan. Pembentukan manusia pembangunan sesuai dengan
kebijakan politik pada waktu itu
yang menempatkan pembangunan sebagai jargon politik penting dalam kehidupan
bangsa.
Sesuai dengan arah pembangunan bangsa maka pendidikan sebagai salah satu upaya
pembangunan bangsa harus menghasilkan manusia sesuai dengan ciri kehidupan
bangsa pada waktu itu.
Perubahan lain yang cukup menonjol dari rumusan tujuan
dalam TAP MPRS IV tahun 1973 dibandingkan TAP MPR sebelumnya adalah pada TAP
MPRS IV tahun 1973 posisi pengetahuan dan ketrampilan cukup penting
dibandingkan rumusan TAP MPRS nomor XXVII/MPRS/1966. Penempatan posisi
pengetahuan dan ketrampilan memang sudah sewajarnya karena adalah suatu
kenyataan yang tak dapat disangkal bahwa manusia memang tidak mungkin hidup
tanpa ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan yang dirumuskan TAP MPRS IV tahun
1973 memperlihatkan tugas pendidikan yang cukup mendasar dalam mengembangkan
potensi peserta didik di berbagai bidang untuk menjadi manusia yang “sehat
jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat
mengembangkan kreaktivitas dan tanggung-jawab, dapat menyuburkan sikap
demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi
dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama
manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.”
Dalam tujuan yang dirumuskan TAP MPRS nomor IV Tahun
1973 manusia Indonesia adalah manusia yang selain sehat jasmani dan rohani,
memiliki pengetahuan dan ketrampilan tetapi memiliki pula berbagai kualitas
afektif yang masih tetap aktual untuk masa kini. Sikap demokrasi dan
tanggung jawab adalah
sesuatu yang masih diperlukan hingga saat ini dan untuk masa mendatang selama negara Indonesia dan bangsa Indonesia
menegakkan kehidupan kebangsaannya atas dasar demokrasi, sesuatu yang tidak
saja dominan tetapi juga menjadi alternatif terbaik dalam kehidupan kebangsaan.
Cara merumuskan yang memberikan keseimbangan antara
kemampuan kognitif dan afektif (demokrasi dan bertanggung jawab) digunakan pula dalam rumusan berikutnya.
Kualitas kognitif yaitu kecerdasan yang tinggi diseimbangkan dengan kualitas
afektif yaitu budi pekerti yang luhur. Prinsip keseimbangan digunakan pula
dalam rumusan mengenai usaha pendidikan untuk menghasilkan manusia yang
mencintai bangsanya dan juga sesama manusia untuk tidak menimbulkan sikap
chauvinistis atau nasionalisme yang sempit.
Untuk merealisasikan tujuan pendidikan yang telah
dirumuskan, TAP MPRS Nomor IV tahun 1973 telah pula menetapkan mata pelajaran
Pendidikan Moral Pancasila sebagai pengganti Civics atau Kewargaan Negara pada
kurikulum sebelumnya. Pada bagian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Tenologi dan
Pembinaan Generasi Muda titik 2 TAP MPRS tersebut dirumuskan arah bagi
kurikulum TK sampai Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA). Dalam titik 2 itu
dirumuskan sebagai berikut: “untuk mencapai cita-cita tersebut maka kurikulum
disemua tingkat pendidikan, mulai dari Taman kanak-kanak sampai perguruan
Tinggi baik negeri maupun swasta harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan
unsur unsur yang cukup untuk meneruskan Jiwa dan Nilai-nilai 1945 kepada
Generasi Muda”. Kedudukan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila sebagai
mata pelajaran wajib berlaku sampai saat kini walau pun nama mata pelajaran ini
mengalami perubahan nama beberapa kali, disesuaikan dengan TAP-TAP MPR pada
masa berikutnya. Disamping perubahan politik yang terutama dalam keputusan
mengenai tujuan pendidikan nasional terjadi pula berbagai pemikiran baru
tentang kurikulum.
Desain kurikulum yang mengarah kepada model pendekatan
tujuan menghasilkan struktur tujuan lebih jelas dan keterkaitan antara berbagai
jenjang tujuan dinyatakan secara eksplisit. Jika dalam Kurikulum SMP 1954
tujuan setiap mata pelajaran dirumuskan terpisah dari materi yang dipelajari
maka pada Kurikulum SMP 1975 dirumuskan dalam sebuah matriks sehingga jelas
keterkaitan antara tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Selain itu,
Kurikulum SMP 1975 memperlihatkan keterkaitan yang jelas antara Tujuan
Kurikuler, Tujuan Instruksional Umum, materi, metode, dan penilaian hasil
belajar. Kurikulum sebelumnya tidak memperlihatkan keterkaitan berbagai
komponen itu dalam satu matriks.
Tentang tujuan, Kurikulum 1975 menggunakan pendekatan
hierarkis antara tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan institusional,
tujuan pendidikan kurikuler, tujuan pendidikan instruksional umum, dan tujuan
pendidikan instruksional khusus. Keterkaitan antar tujuan tersebut masih
berlangsung sampai kurikulum 1994 dan menjadi petunjuk kuat mengenai
keterkaitan antara apa yang dikehendaki bangsa Indonesia dengan apa yang
dikembangkan kurikulum. Secara diagramatik keterkaitan itu digambarkan sebagai
berikut:
2.3 TUJUAN KURIKULUM SMP 1975
Tujuan kurikulum 1975 adalah Agar
pendidikan lebih efektif dan efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di
bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective) yang terkenal saat itu.
Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”,
yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Selain itu ada pula tujuan Institusional, tujuan institusional dibagi
menjadi 2 macam yaitu :
a)
Tujuan Umum
b)
Tujuan Khusus
Tujuan Umum menggambarkan tujuan pendidikan SMP yang
terdiri atas tiga tujuan yang mencakup wewenang yang dimiliki seorang tamatan pendidikan SMP :
a)
Menjadi
“warga negara yang
baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir dan batin.
b)
Menguasai
hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari hasil pendidikan di
Sekolah Dasar.
c)
Memiliki
bekal untuk melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan untuk
terjun ke masyarakat.
Tujuan nomor satu jelas merupakan tujuan yang
dirancang untuk menjadi kualitas peserta didik yang belajar dari kurikulum SMP
sehingga kurikulum SMP diharapkan mampu mengembangkan berbagai pengetahuan,
ketrampilan dan nilai untuk menjadi warganegara yang baik.
Tujuan nomor
dua menggambarkan keterkaitan antara kurikulum SD – SMP sehingga ketiga
kualitas yang dirumuskan dalam tujuan pertama merupakan suatu upaya lanjutan
dari apa yang sudah dikembangkan dalam kurikulum SD.
Sedangkan tujuan ketiga menggambarkan apa yang dapat
dilakukan peserta didik dari hasil yang dirumuskan pada tujuan pertama dan
kedua yaitu peserta didik dapat menggunakan kemampuan yang sudah dimiliki untuk
melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi atau menjadi anggota
masyarakat yang memiliki keutuhan kemampuan serta sehat lahir-batin.
Tujuan khusus pendidikan SMP menjadi tujuan yang
secara operasional harus terjamin ketercapaiannya dalam rancangan dokumen
kurikulum, dalam proses implementasi kurikulum berupa kegiatan proses
belajar-mengajar, dan terbukti dalam informasi yang dikumpulkan oleh asesmen
hasil belajar dan bahkan evaluasi kurikulum.
Tujuan khusus dalam kurikulum
1975 mencakup:
a)
bidang pengetahuan
b)
bidang ketrampilan
c)
bidang nilai
Ketiga ranah ini merupakan ranah
penting karena pengetahuan adalah landasan untuk mengembangkan ketrampilan
(belajar, berpikir, kinestetik, estetika, kesehatan, kepemimpinan, dan
vokasional), dan untuk mengembangkan nilai yang berkenaan dengan ideologi dan
dasar hukum/ filosofi negara, agama, kemanusiaan; sikap demokratis dan tenggang
rasa, tanggungjawab, apresiasi budaya dan karya, percaya diri, rasa ingin tahu
(minat), disiplin dan patuh, jujur, mandiri, berinisiatif, kreativitas, kritis,
rasional, objektif, menghargai pekerjaan ; kebiasan hidup hemat, produktif,
sehat dan berolahraga, menghargai waktu.
Dari tujuan
khusus, jelas menunjukkan pemahaman para pengembang kurikulum
dalam berbagai teori tentang intelegensia, sikap dan nilai, serta tujuan.
Rumusan tujuan khusus tersebut jelas membedakan ranah pengetahuan dari
kemampuan/ketrampilan dan nilai. Pada masa belakangan para pelaksana kurikulum
dan pengambil kebijakan dalam kurikulum tidak memberikan perhatian yang sungguh
dalam mengembangkan ranah kemampuan/ketrampilan serta sikap dan nilai tetapi
terfokuskan pada pengembangan pengetahuan. Ranah kemampuan/ketrampilan yang
meliputi berbagai aspek inteleligensia yang lebih luas dibandingkan
“multipleintelligences” Howard Gardner tidak mendapatkan perhatian dan
pengembangan yang seharusnya. Ranah sikap dan nilai terabaikan dalam kadar yang
sama dengan ranah kemampuan/ketrampilan. Kedua ranah yang disebutkan belakangan
ini diperlakukan seperti ranah pengetahuan sehingga proses belajar dan materi pelajaran
kedua ranah tersebut dikerdilkan menjadi ranah pengetahuan.
Ketrampilan dan nilai serta sikap yang dikembangkan
Kurikulum 1975 masih relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia masa kini
dan masih relevan dengan kebijakan pendidikan Pemerintah akhir-akhir ini yang
diterjemahkan dalam kebijakan pendidikan budaya dan karakter bangsa, belajar
aktif, mandiri. Ruang
lingkup kajiannya adalah Substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan
dengan masyarakat, gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan
masyarakat.
2.4 PRINSIP YANG MENDASARI
PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP 1975
Dalam
menyusun dan membakukan kurikulum 1975 digunakan beberapa prinsip yang memungkinkan
sistem pendidikan di sekolah
benar-benar lebih efisien dan efektif. Prinsip-prinsip
itu adalah :
a)
Prinsip Fleksibilitas Program
b)
Prinsip efisiensi dan efektivitas
c)
Prinsip berorientasi pada Tujuan
d)
Prinsip Kontinuitas
e)
Prinsip Pendidikan Seumur Hidup
Kelima prinsip tersebut digunakan dalam aspek
pengembangan kurikulum yang berbeda. Prinsip fleksibilitas program memberikan
kemungkinan bagi sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan ketrampilan yang
berbeda baik pendidikan ketrampilan wajib mau pun pilihan. Sekolah harus
menentukan proram pendidikan mana yang akan dikembangkan disesuaikan dengan
fasilitas yang dimiliki sekolah dan kebutuhan masyarakat akan ketrampilan
yang ada pada program yang ditawarkan kurikulum. Sekolah harus menghindari
kejenuhan yang terjadi di masyarakat akan kebutuhan suatuketrampilan tertentu sehingga
peserta didik dapat memanfaatkan ketrampilannya untuk mencari pekerjaan.
Prinsip efisiensi dan efektivitas digunakan untuk
memanfaatkan waktu yang tersedia di kelas dengan sebaik-baiknya dan kemampuan
belajar peserta didik diukur dari beban tugas yang harus dilakukannya.
Kurikulum mendesain agar proses belajar-mengajar di kelas tidak menghabiskan
waktu belajar untuk menyalin materi pelajaran dari papan tulis. Penerapan
prinsip efisiensi dan efektiitas kedua adalah dengan cara mengurangi jam
belajar per minggu dari 42 jam menjadi 36. Pengurangan jam belajar tersebut
dilakukan dengan landasan pikiran bahwa jam belajaar yang terlalu padat tidak
memberikan peluang bagi peserta didik untuk mencernakan materi pelajaran dengan
baik karena jenuh, dan memungkinkan peserta didik menggunakan waktu untuk
mengembangkan kreativitas di luar kegiatan kelas. Prinsip berorientasi pada
tujuan digunakan untuk mengembangkan proebelajar-mengajar sehingga setiap guru
dan peserta didik memahami apa yang akan mereka capai dengan materi pelajaran
yang ada. Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dan materi pelajaran maka guru
haru dapat menentukan proses belajar yang paling efektif.
Prinsip kontinuitas dirancang dan dikembangkan dalam
pengertian bahwa adanya kontinuitas antara apa yang sudah dipelajari di SD
dengan apa yang dipelajari di SMP dan juga dasar untuk melanjutkan belajar ke
jenjang yang lebih tinggi. Prinsip ini merapakan prinsip kurikulum yang cukup
penting yang sering diistilahkan dengan “verticalorganization”. Kontinuitas dalam
“verticalorganization” tidak saja berkenaan dengan materi pengetahuan
(knowledge) yang sudah dipelajari di sebuah jenjang pendidikan tetapi juga
kontinuitas antara materi ketrampilan (intelektual, emosional, sosial,
psikomotorik) dan materi afekti (nilai dan sikap) dari kelas/sekolah ke
kelas/sekolah yang lebih tinggi.
Pikiran Pokok Kurikulum 1975
Pada tanggal 17 Januari tahun 1975, melalui Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 008-D/U/1975, Pemerintah menetapkan
kurikulum baru untuk SMP dan dinamakan Kurikulum 1975, sesuai dengan tahun
penetapan berlakunya kurikulum tersebut. Dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1975
memberikan landasan baru bagi kebijakan pengembangan kurikulum di Indonesia.
Kurikulum 1975 merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan
berdasarkan teori, model, dan desain kurikulum modern. Pikiran teoritik tentang
peserta didik, proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dijadikan
dasar-dasar utama dalam pemikiran pengembangan kurikulum. Model pembelajaran
yang dikenal dengan nama Perencanaan Sistem Instruksional menjadi model baru
dalam dunia pendidikan Indonesia.
Dalam kegiatan pengembangan kurikulum 1975 pikiran
teoritik dan prosedur pengembangan kurikulum modern dilaksanakan dalam
pengembangan ide kurikulum, rancangan pembelajaran dan pedoman pelaksanaan. Ide
kurikulum memuat landasan filosofis, teoritis dan model kurikulum dan
sebenarnya adalah jawaban kependidikan Pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat
sebagaimana yang dipersepsi oleh para pengambil keputusan dalam bidang
pendidikan dan terjemahan dari kebijakan tersebut oleh para pengembang
kurikulum secara teknis. Ide kurikulum tersebut dirancang sedemikian rupa dan
ditulis dalam Buku I dokumen kurikulum yang dinamakan Ketentuan-ketentuan
Pokok. Rancangan pembelajaran yang dinamakan Garis-Garis Besar Program
Pengajaran (GBPP) untuk setiap mata pelajaran dikembangkan dalam Buku II. Untuk
melaksanakan Kurikulum 1975 dikembangkan Pedoman Pelaksanaan Kurikulum
berkenaan dengan hal khusus dan model satuan pelajaran, penilaian, bimbingan
dan penyuluhan, serta administrasi dan supervisi dalam Buku III. Model
pengembangan dokumen kurikulum yang terdiri atas 3 buku ini nantinya
dilanjutkan terus pada pengembangan kurikulum berikutnya dan baru berubah
ketika kebijakan pendidikan memberikan wewenang pengembangan kurikulum kepada
daerah dan sekolah.
2.5 RUANG LINGKUP KAJIAN KURIKULUM
SMP 1975
Ruang lingkup kajian Kajian Kurikulum SMP 1975 adalah mencakup:
1. Siswa,
2. Sekolah,dan
3. Masyarkat
2.6 STRUKTUR KURIKULUM dan BIDANG
PENDIDIKAN
Struktur Kurikulum SMP 1975 terdiri atas 3 program pendidikan, yaitu :
1)
Program Pendidikan umum
Program pendidikan umum wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi:
v Pendidikan Agama
v Pendidikan
Moral Pancasila
v Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
v Pendidikan Kesenian
2)
Program
pendidikan akademis
Program
pendidikan akademis
wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi:
v Bahasa Indonesia
v Bahasa Daerah
v Bahasa Inggris
v Ilmu
Pengatahuan Sosial à sejarah masuk dalam IPS.
v Matematika
v Ilmu Pengetahuan Alam
3)
Program
pendidikan ketrampilan
Program pendidikan keterampilan terdiri atas:
a)
Pendidikan
Keterampilan Pilihan Terikat, yang dapat dipilih di antara:
o
Praktik
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga:
§
Teknik
§
Jasa
§
Agraria
§
Maritim
§
Industri
§
Kerajinan
o
Pendidikan
Keterampilan Pilihan Bebas, yang dapat dipilih di antara:
§
Praktikum
Ilmu Alam
§
Praktikum
Ilmu Hayat
§
Konversasi-diskusi
§
Olahraga
Prestasi
§
Kesenian
§
Usaha
Kesehatan Sekolah
Mata Pelajaran Sejarah dalam Kurikulum SMP tahun
1975 masuk dalam mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial ( IPS ). Dimana mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial masuk dalam program pendidikan Akademis yang
wajib diikuti oleh semua siswa.
Program
Pendidikan Umum harus diikuti oleh eluruh peserta didik. Demikian pula dengan
program Pendidikan Akademis yang akan menjadi dasar bagi mereka yang akan
melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Program Ketrampilan terdiri atas dua
kelompok yaitu Program Ketrampilan pilihan terikat yang berkenaan dengan
berbagai ketrampilan vokasional dan Program Ketrampilan pilihan bebas yang
berkenaan dengan berbagai kegiatan keilmuan, olahraga, kesenian dan kesehatan.
Dua kelompok proramKetrampilan yang dikembangkan Kurikulum SMP 1975 memberikan
keleluasaan kepada peserta didik untuk mendapatkan ketrampilan yang berguna
untuk mengembangkan minat mereka untuk memasuki dunia kerja berbekal
ketrampilan vokasional yang bersifat pilihan terikat dan ketrampilan untuk
memperdalam suatu bidang minat tertentu. Keterkaitan dengan TAP MPRS tahun 1973
yang memberikan perhatian khusus kepada ketrampilan diterjemahkan dalam bentuk
kedua pilihan ketrampilan ini.
Satuan Pelajaran dan Taksonomi
Tujuan Pendidikan
Implementasi atau penerapan Kurikulum SMP 1975 di
sekolah melalui perenanaan yang dilakukan guru yaitu dengan mengembangkan
Satuan Pelajaran (Satpel). Satuan pelajaran pada dasarnya adalah rencana guru
dalam mengembangkan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) menjadi
kurikulum guru dalam bentuk rencana tertulis guru. Satuan pelajaran yang harus
dikembangkan guru masih terbatas pada pengembangan satu pokok bahasan yang
terdapat pada GBPP dan belum menjadi rencana pembelajaran guru untuk satu
semester. Pemikiran bahwa implementasi kurikulum dilakukan melalui perencanaan
guru dalam bidang studi secara terpisah masih mendominasi pemikiran para pengembang
kurikulum. Oleh karena itu, Satuan
Pelajaran dibuat oleh guru bidang studi tersebut baik yang dilakukan guru
secara individual maupun dalam kelompok Musyawarah Kerja Guru Bidang Studi.
Guru bidang studi IPS mengembangkan Satuan pelajaran untuk kelas yang diajarnya
demikian pula guru bidang studi IPA, Matemateka, Bahasa Inggeris dan
seterusnya.
Sebagaimana kurikulum sebelumnya, pemikiran bahwa
kurikulum adalah kurikulum sekolah dan bidang studi atau pun mata pelajaran
adalah bagian dari kurikulum sekolah belum menjadi fokus perhatian para
pengembang kurikulum. Konsekuensi dari pemikiran bahwa kurikulum adalah
kurikulum sekolah menghendaki perencanaan dokumen kurikulum yang menggambarkan
adanya keutuhan tersebut. Oleh karena itu materi kurikulum yang masuk dalam
kategori ketrampilan (ketrampilan kognitif, ketrampilan sosial, ketrampilan
kinestetik, dan sebagainya), dan materi kurikulum yang masuk dalam kategori
nilai dan sikap harus diorganisasikan sebagai materi kurikulum yang
dikembangkan melalui materi pengetahuan yang diorganisasikan dalam label mata
pelajaran atau bidang studi. Pemikiran semacam itu pernah dimunculkan dalam
rancangan kurikulum berbasis kompetensi dengan label kompetensi lintas kurikulum.
Asesmen Hasil Belajar
Ada beberapa prinsip yang diperkenalkan oleh Kurikulum
SMP 1975 berkenaan dengan asesmen hasil belajar, yaitu:
1)
Dikenalkan
adanya asesmen formatif Jenjang kognitif
Dikembangkan Bloom dan kawan dan diterbitkan dalam buku
yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives direvisi oleh Airasian, dan
kawan‐kawan untuk menghilangkan kesalahpahaman, maka pengetahuan digambarkan secara terpisah dari
kognitif, sintesis ditempatkan sebagai jenjang kognitif tertinggi, dan label
untuk setiap jenjang diganti menjadi mengingat (remember), memahami
(understand), menerapkan (apply), menilai (evaluate), mencipta (create).
dan sumatif.
2)
Adanya
kebijakan mengenai frekuensi asesmen yang dilakukan terus menerus setiap suatu
pokok bahasan selesai dipelajari sehingga prinsip asesmen modern yaitu asesmen
dilakukan secara kontinu diperkenalkan oleh Kurikulum SMP 1975. Melalui
penerapan prinsip ini maka dapat dikatakan peserta didik selalu berada dalam
keadaan siap belajar dan mengikuti asesmen bahkan ada kesan bahwa peserta didik
belajar untuk tes.
2.7 ALOKASI
WAKTU Kurikulum 1975
Dalam Kurikulum SMP 1975 dinyatakan bahwa pendidikan kependudukan diintegrasikan ke dalam bidang studi
yang relevan. Jam pelajaran untuk setiap
minggu untuk setiap kelas berjumlah 37
dengan ketentuan bagi kelas yang memberikan
pelajaran bahasa daerah, jam pelajaran setiap minggu berjumlah 39.
Alokasi waktu
untuk setiap bidang studi adalah seperti tampak pada tabel berikut:
Program
|
Bidang
Studi
|
Kelas
|
|||||||||
I
|
II
|
III
|
|||||||||
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
||||||
Umum
|
|||||||||||
1.
Pendidikan Agama
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|||||
2.
Pend. Moral Pancasila
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|||||
3.
Olahraga & Kesehatan
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
|||||
4.
Kesenian
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
|||||
Sub Jumlah
|
9
|
9
|
9
|
9
|
9
|
9
|
|||||
Akademik
|
5.
Bahasa Indonesia
|
5
|
5
|
5
|
5
|
4
|
4
|
||||
6.
Bahasa Daerah*)
|
2
|
2
|
2
|
2
|
-
|
-
|
|||||
7.
Bahasa Inggris
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|||||
8.
Ilmu Pengetahuan Sosial
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|||||
9.
Matematika
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
|||||
10. Ilmu Pengetahuan Alam
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
4
|
|||||
Sub Jumlah
|
22
|
22
|
22
|
22
|
22
|
22
|
|||||
Sub Jumlah**)
|
24
|
24
|
24
|
24
|
24
|
24
|
|||||
Pendidikan
Keterampilan
|
11. Pilihan Terikat
|
6
|
-
|
6
|
-
|
6
|
-
|
||||
12. Pilihan Bebas
|
-
|
6
|
-
|
6
|
-
|
6
|
|||||
Jumlah
jam pelajaran per minggu
|
37
|
37
|
37
|
37
|
37
|
37
|
|||||
Jumlah
jam pelajaran per minggu**)
|
39
|
39
|
39
|
39
|
39
|
39
|
|||||
2.8
CIRI-CIRI KURIKULUM 1975:
Kurikulum 1975 memiliki ciri-ciri khusus sebagai
berikut:
1.
Menganut Pendekatan yang berorientasi pada
tujuan. Setiap guru harus mengetahui dengan jelas tujuan yang
harus dicapai oleh setiap murid di dalam menyusun rencana kegiatan
belajar-mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut.
2.
Menganut pendekatan yang integratif, dalam arti setiap
pelajaran dan bidang pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya
tujuan yang lebih akhir.
3.
Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulum 1975 bukan hanya dibebankan kepada
bidang Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila
di dalam pencapaiannya, melainkan juga kepada bidang
pelajaran ilmu pengetahuan sosial dan pendidikan agama.
4.
Kurikulum 1975 menekankan pada efisiensi dan
efektivitas pengguna dana, daya dan waktu yang tersedia.
5.
Mengharuskan guru untuk menggunakan teknik penyusunan
program pengajaran yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI).
6.
Organisasi pelajaran meliputi bidang-bidang studi:
agama, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, kesenian, olahraga dan
kesehatan, keterampilan , disamping Pendidikan Moral Pancasila dan integrasi
pelajaran-pelajaran yang sekelompok.
7.
Pendekatan dalam
strategi pembelajaran memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem
yang meliputi komponen-komponen tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, alat
pembelajaran, alat evaluasi, dan metode pembelajaran.
8.
Sistem Evaluasi, diakukan penialain murid-murid pada
setiap akhir satuan pembelajaran terkecil dan memperhitungkan nilai-nilai yang
dicapai murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran.
2.9. SISTEM PENILAIAN KURIKULUM SMP 1975
Penilaian dalam Kurikulum 1975 dilakukan dalam ulangan harian, ulangan semester, dan ujian sekolah. Ulangan harian
dan ulangan semester dilakukan oleh guru dan dijadikan
sebagai dasar untuk pemberian nilai dalam
rapor dan kenaikan kelas, sedangkan ujian sekolah
dikoordinasikan dalam rayon (tingkat kabupaten atau provinsi)
untuk menentukan kelulusan. Bentuk soal yang digunakan adalah soal uraian dan pilihan ganda. Penentuan kenaikan kelas dan kelulusan dilakukan sekolah.
Adapun cara penentuan nilai rapor
dilakukan dengan penggabungan hasil penilaian
formatif dan sumatif. Langkah-langkahnya
adalah (a) mengubah hasil penilaian formatif ke dalam nilai berskala 1- 10, dan (b) menghitung nilai rata-rata
hasil penilaian sumatif dengan hasil penilaian formatif. Pedoman kenaikan kelas dalam Kurikulum 1975 dinyatakan bahwa seorang siswa naik kelas bila pada semester II (a) tidak ada nilai 3 (tiga), (b) nilai rata-rata bidang studi adalah 6 (enam), dan (c) apabila terjadi hal-hal
yang meragukan berkenaan dengan kriteria yang berlaku, keputusan diserahkan
kepada wali kelas dan kepala sekolah.
Kelemahan dan Kelebihan
Kurikulum SMP Tahun 1975
A.
Kelemahan
Bentuk
kurikulum yang demikian dipandang mengandung beberapa kelemahan, antara lain
terlalu terpusat pada pencapaian tujuan, sehingga melupakan proses yang dalam
dunia pendidikan sangatlah penting. Dan juga
Kurikulum ini hanya terpusat pada guru saja sehingga siswa dibatasi
Kreativitasnya.
B.
Kelebihan
Krurikulum ini adalah Pembaharuan dari kurikulum sebelumnya sehingga
kelemahan kurikulum sebelumnya dapat dihilangkan. Dan juga kurikulum ini sangat
mementingkan tercapainya tujuan, sehingga tujuan Hasil akhirlah yang menjadi
pusat perhatiannya
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Kurikulum SMP tahun 1975 dibentuk karena kurikulum
sebelumnya dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan politik,
sosial, budaya, teknologi dan terutama ekonomi. Dan menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih
efisien dan efektif. Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang
manejemen.
Kurikulum tersebut dalam pembuatannya
telah mengikuti pedoman yang di dalamnya terdapat prinsip-prinsip yang
melandasi kurikulum SMP 1975 tersebut. Diantara prinsip itu adalah prinsip
fleksibilitas program, prinsip efisisensi dan efektivitas, prinsip berorientasi
pada tujuan, prinsip kontinuitas, dan prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup. Dalam implementasinya guru mengembangkan satuan
pelajaran, Satuan Pelajaran dibuat oleh guru bidang studi tersebut seperti guru
bidang studi IPS mengembangkan Satuan pelajaran untuk kelas yang diajarnya,
demikian pula guru bidang studi IPA, Matemateka, Bahasa Inggris dan seterusnya.
Daftar Pustaka
Internet
:
·
http://kangdaengnaba.blogspot.com/2012_08_01_archive.html