Minggu, 14 Desember 2014

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG

Kurikulum sebagai suatu rancangan dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana sentra kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam. Dan pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi dengan cara mengkaji buku kurikulum lembaga pendidikan itu. Dari buku kurikulum tersebut kita dapat mengetahui fungsi suatu komponen kurikulum terhadap komponen-komponen kurikulum yang lain. Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan.
Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi sekolah atau pengawas, berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulurn itu berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa itu sendiri, kurikulum berfungsi sebagai suatu pedoman belajar.
1.2  RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1)      Bagaimanakah Pengertian Kurikulum?
2)      Bagaimanakah kurikulum SMP tahun 1975, khususnya IPS?
3)      Prinsip Kurikulum SMP 1975?
4)      Ruang Lingkup Kurikulum SMP 1975?
5)      Tujuan Kurikulum 1975?
6)      Struktur Kurikulum 1975?
7)      Alokasi Waktu 1975?
8)      Bagaimanakah Ciri –ciri Kurikulum SMP 1975?
9)      Sistem Penilaian Kurikulum SMP 1975?
1.3  TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah :
1)      Untuk Mengetahui Pengertian Kurikulum.
2)      Untuk Mengetahui kurikulum SMP tahun 1975, khususnya IPS.
3)      Untuk Mengetahui Prinsi Kurikulum SMP 1975.
4)      Untuk Mengetahui Ruang Lingkup Kurikulum SMP 1975.
5)      Untuk Mengetahui Kurikulum SMP 1975.
6)      Untuk Mengetahui Struktur Kurikulum SMP 1975.
7)      Untuk Mengetahui Alokasi Waktu Kurikulum SMP 1975.
8)      Untuk Mengetahui Ciri –ciri Kurikulum SMP 1975.
9)      Untuk Mengetahui Sistem Penilaian Kurikulum SMP 1975.
1.4  METODE PENGUMPULAN MATERI
Makalah ini dibuat dengan mengumpulkan referensi dari beberapasumber dari Internet.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KURIKULUM
Kurikulum diartikan berbeda-beda. Oleh beberapa golongan orang atau masyarakat. Bagi kebanyakan orang, kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran yang harus dipelajari anak didik. Sedangkan, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
• Kurikulum sebagai suatu ide
Dihasilkan melalui  teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
  Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis
 Sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide, yang didalamnya memuat tentang      tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
       Kurikulum sebagai suatu kegiatan
Merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, dalam bentuk  praktek pembelajaran.
  Kurikulum sebagai suatu hasil
Merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai  suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Sedangkan, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian:
         Kurikulum sebagai ide.
         Kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum.
         Kurikulum menurut persepsi pengajar.
         Kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasionalkan oleh pengajar di kelas.
         Kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik.
         Kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.
Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Sedangkan Kurikulum 1975 memandang proses pembelajaran sebagai suatu sistem disusun satuan pelajaran. Sistem ini membawa konsekuensi pada pelaksanaan penilaian kemajuan belajar siswa.

2.2 KURIKULUM SMP tahun 1975
Kurikulum 1968 dianggap sudah mulai usang. Perkembangan kehidupan politik, sosial, budaya, teknologi dan terutama ekonomi dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kurikulum yang ada. Sementara itu keberadaan lembaga resmi di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yaitu Badan Pengembangan Pendidikan dimana ada bagian Pengembangan Kurikulum memberikan arahan pengembangan kurikulum yang lebih fokus, sistematis, dan sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan terutama kurikulum. Pakar yang belajar khusus dalam kurikulum menambah kekuatan bangsa Indonesia dalam memikirkan kurikulum lebih serius.
Pada tanggal 17 Januari tahun 1975, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 008-D/U/1975, Pemerintah menetapkan kurikulum baru untuk SMP dan dinamakan Kurikulum 1975, sesuai dengan tahun penetapan berlakunya kurikulum tersebut. Dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1975 memberikan landasan baru bagi kebijakan pengembangan kurikulum di Indonesia. Kurikulum 1975 merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan teori, model, dan desain kurikulum modern. Pikiran teoritik tentang peserta didik, proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dijadikan dasar-dasar utama dalam pemikiran pengembangan kurikulum. Model pembelajaran yang dikenal dengan nama Perencanaan Sistem Instruksional menjadi model baru dalam dunia pendidikan Indonesia.
Selain itu, alasan yang mendasari munculnya kurikulum 1975 menggantikan kurikulum 1968 dikarenakan, Hasil kajian penilaian telah menunjukkan bahwa kualitas tamatan SMP yang dikembangkan dalam Kurikulum SMP 1968 sudah dianggap tidak lagi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Masyarakat menghendaki tamatan SMP yang mampu belajar aktif, menjadi manusia yang mampu mencari, mengolah, dan mengembangkan pengetahuan baru. Untuk itu peserta didik tidak lagi menjadi orang yang pasif menerima berbagai informasi yang disajikan guru dan buku teks tetapi sudah harus menjadi subjek yang mampu membelajarkan dirinya dengan cara belajar aktif.
Untuk mendukung posisi peserta didik sebagai subjek dalam belajar berbagai inovasi pendidikan telah tersedia. Inovasi dalam proses pembelajaran yang mengarah kepada pendekatan teknologi pembelajaran yang terencana, terarah dan jelas memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk menguasai pengetahuan, kemampuan, nilai, dan sikap yang harus mereka miliki. Inovasi pembelajaran dengan menggunakan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional dianggap lebih efisien dan efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain itu Pemerintah telah menyelesaikan penulisan buku-buku pelajaran yang memerlukan kurikulum baru karena berbagai pokok bahasan dan informasi baru yang terdapat pada buku-buku tersebut.
*      Perkembangan Kebijakan Pendidikan
Perubahan dalam tujuan pendidikan pada masa pemerintahan Orde Baru terus berkembang. Dapat dikatakan hampir pada setiap sidang MPR lima tahunan menghasilkan tujuan pendidikan baru. Dalam Sidang Umum MPRS pada tahun 1973 MPRS menghasilkan TAP MPR Nomor IV/MPR/1973 yaitu mengenai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dalam bagian mengenai Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pembinaan Generasi Muda dinyatakan bahwa “pembangunan dibidang pendidikan didasarkan atas Falsafah Negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber-Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan kreaktivitas dan tanggung-jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.” (Dokumen TAP MPRS No. IV Tahun 1973; Gunawan, 1986: 52). Istilah manusia Pancasila sejati tidak lagi digunakan. Situasi politik pada tahun 1973 kiranya sudah lebih stabil dibandingkan tahun 1966 dalam menangkal pengaruh negatif faham dan gerakan komunis di Indonesia. Oleh karena itu kata-kata Pancasila sejati dalam tujuan pendidikan tidak perlu dinyatakan secara ekspilisit. Sebagai gantinya jargon politik yang populer pada waktu itu adalah manusia pembangunan. Semua kegiatan diarahkan untuk pembangunan dan suasana pembangunan fisik dan non fisik mendominasi kehidupan kebangsaan. Pembentukan manusia pembangunan sesuai dengan kebijakan politik pada waktu itu yang menempatkan pembangunan sebagai jargon politik penting dalam kehidupan
bangsa. Sesuai dengan arah pembangunan bangsa maka pendidikan sebagai salah satu upaya pembangunan bangsa harus menghasilkan manusia sesuai dengan ciri kehidupan bangsa pada waktu itu.
Perubahan lain yang cukup menonjol dari rumusan tujuan dalam TAP MPRS IV tahun 1973 dibandingkan TAP MPR sebelumnya adalah pada TAP MPRS IV tahun 1973 posisi pengetahuan dan ketrampilan cukup penting dibandingkan rumusan TAP MPRS nomor XXVII/MPRS/1966. Penempatan posisi pengetahuan dan ketrampilan memang sudah sewajarnya karena adalah suatu kenyataan yang tak dapat disangkal bahwa manusia memang tidak mungkin hidup tanpa ilmu pengetahuan. Tujuan pendidikan yang dirumuskan TAP MPRS IV tahun 1973 memperlihatkan tugas pendidikan yang cukup mendasar dalam mengembangkan potensi peserta didik di berbagai bidang untuk menjadi manusia yang “sehat jasmani dan rokhaninya, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, dapat mengembangkan kreaktivitas dan tanggung-jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945.”
Dalam tujuan yang dirumuskan TAP MPRS nomor IV Tahun 1973 manusia Indonesia adalah manusia yang selain sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan ketrampilan tetapi memiliki pula berbagai kualitas afektif yang  masih tetap aktual untuk masa kini. Sikap demokrasi dan tanggung jawab adalah sesuatu yang masih diperlukan hingga saat ini dan untuk masa mendatang selama negara Indonesia dan bangsa Indonesia menegakkan kehidupan kebangsaannya atas dasar demokrasi, sesuatu yang tidak saja dominan tetapi juga menjadi alternatif terbaik dalam kehidupan kebangsaan.
Cara merumuskan yang memberikan keseimbangan antara kemampuan kognitif dan afektif (demokrasi dan bertanggung jawab) digunakan pula dalam rumusan berikutnya. Kualitas kognitif yaitu kecerdasan yang tinggi diseimbangkan dengan kualitas afektif yaitu budi pekerti yang luhur. Prinsip keseimbangan digunakan pula dalam rumusan mengenai usaha pendidikan untuk menghasilkan manusia yang mencintai bangsanya dan juga sesama manusia untuk tidak menimbulkan sikap chauvinistis atau nasionalisme yang sempit.
Untuk merealisasikan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan, TAP MPRS Nomor IV tahun 1973 telah pula menetapkan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila sebagai pengganti Civics atau Kewargaan Negara pada kurikulum sebelumnya. Pada bagian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Tenologi dan Pembinaan Generasi Muda titik 2 TAP MPRS tersebut dirumuskan arah bagi kurikulum TK sampai Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA). Dalam titik 2 itu dirumuskan sebagai berikut: “untuk mencapai cita-cita tersebut maka kurikulum disemua tingkat pendidikan, mulai dari Taman kanak-kanak sampai perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta harus berisikan Pendidikan Moral Pancasila dan unsur unsur yang cukup untuk meneruskan Jiwa dan Nilai-nilai 1945 kepada Generasi Muda”. Kedudukan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila sebagai mata pelajaran wajib berlaku sampai saat kini walau pun nama mata pelajaran ini mengalami perubahan nama beberapa kali, disesuaikan dengan TAP-TAP MPR pada masa berikutnya. Disamping perubahan politik yang terutama dalam keputusan mengenai tujuan pendidikan nasional terjadi pula berbagai pemikiran baru tentang kurikulum.
Desain kurikulum yang mengarah kepada model pendekatan tujuan menghasilkan struktur tujuan lebih jelas dan keterkaitan antara berbagai jenjang tujuan dinyatakan secara eksplisit. Jika dalam Kurikulum SMP 1954 tujuan setiap mata pelajaran dirumuskan terpisah dari materi yang dipelajari maka pada Kurikulum SMP 1975 dirumuskan dalam sebuah matriks sehingga jelas keterkaitan antara tujuan kurikuler dan tujuan instruksional. Selain itu, Kurikulum SMP 1975 memperlihatkan keterkaitan yang jelas antara Tujuan Kurikuler, Tujuan Instruksional Umum, materi, metode, dan penilaian hasil belajar. Kurikulum sebelumnya tidak memperlihatkan keterkaitan berbagai komponen itu dalam satu matriks.
Tentang tujuan, Kurikulum 1975 menggunakan pendekatan hierarkis antara tujuan pendidikan nasional, tujuan pendidikan institusional, tujuan pendidikan kurikuler, tujuan pendidikan instruksional umum, dan tujuan pendidikan instruksional khusus. Keterkaitan antar tujuan tersebut masih berlangsung sampai kurikulum 1994 dan menjadi petunjuk kuat mengenai keterkaitan antara apa yang dikehendaki bangsa Indonesia dengan apa yang dikembangkan kurikulum. Secara diagramatik keterkaitan itu digambarkan sebagai berikut:

2.3  TUJUAN KURIKULUM SMP 1975
Tujuan kurikulum 1975 adalah Agar pendidikan lebih efektif dan efesien, yang mempengaruhinya adalah konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (Management by Objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Selain itu ada pula tujuan Institusional, tujuan institusional dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a)      Tujuan Umum
b)       Tujuan Khusus
Tujuan Umum menggambarkan tujuan pendidikan SMP yang terdiri atas tiga tujuan yang   mencakup wewenang yang dimiliki seorang tamatan pendidikan SMP :
a)      Menjadi “warga negara yang baik sebagai manusia yang utuh, sehat, kuat lahir dan batin.
b)      Menguasai hasil pendidikan umum yang merupakan kelanjutan dari hasil pendidikan di Sekolah Dasar.
c)      Memiliki bekal untuk melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan untuk terjun ke masyarakat.
Tujuan nomor satu jelas merupakan tujuan yang dirancang untuk menjadi kualitas peserta didik yang belajar dari kurikulum SMP sehingga kurikulum SMP diharapkan mampu mengembangkan berbagai pengetahuan, ketrampilan dan nilai untuk menjadi warganegara yang baik.
 Tujuan nomor dua menggambarkan keterkaitan antara kurikulum SD – SMP sehingga ketiga kualitas yang dirumuskan dalam tujuan pertama merupakan suatu upaya lanjutan dari apa yang sudah dikembangkan dalam kurikulum SD.
Sedangkan tujuan ketiga menggambarkan apa yang dapat dilakukan peserta didik dari hasil yang dirumuskan pada tujuan pertama dan kedua yaitu peserta didik dapat menggunakan kemampuan yang sudah dimiliki untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi atau menjadi anggota masyarakat yang memiliki keutuhan kemampuan serta sehat lahir-batin.
Tujuan khusus pendidikan SMP menjadi tujuan yang secara operasional harus terjamin ketercapaiannya dalam rancangan dokumen kurikulum, dalam proses implementasi kurikulum berupa kegiatan proses belajar-mengajar, dan terbukti dalam informasi yang dikumpulkan oleh asesmen hasil belajar dan bahkan evaluasi kurikulum.
Tujuan khusus dalam kurikulum 1975  mencakup:
a)      bidang pengetahuan
b)      bidang ketrampilan
c)      bidang nilai
Ketiga ranah ini merupakan ranah penting karena pengetahuan adalah landasan untuk mengembangkan ketrampilan (belajar, berpikir, kinestetik, estetika, kesehatan, kepemimpinan, dan vokasional), dan untuk mengembangkan nilai yang berkenaan dengan ideologi dan dasar hukum/ filosofi negara, agama, kemanusiaan; sikap demokratis dan tenggang rasa, tanggungjawab, apresiasi budaya dan karya, percaya diri, rasa ingin tahu (minat), disiplin dan patuh, jujur, mandiri, berinisiatif, kreativitas, kritis, rasional, objektif, menghargai pekerjaan ; kebiasan hidup hemat, produktif, sehat dan berolahraga, menghargai waktu.
 Dari tujuan khusus, jelas menunjukkan pemahaman para pengembang kurikulum dalam berbagai teori tentang intelegensia, sikap dan nilai, serta tujuan. Rumusan tujuan khusus tersebut jelas membedakan ranah pengetahuan dari kemampuan/ketrampilan dan nilai. Pada masa belakangan para pelaksana kurikulum dan pengambil kebijakan dalam kurikulum tidak memberikan perhatian yang sungguh dalam mengembangkan ranah kemampuan/ketrampilan serta sikap dan nilai tetapi terfokuskan pada pengembangan pengetahuan. Ranah kemampuan/ketrampilan yang meliputi berbagai aspek inteleligensia yang lebih luas dibandingkan “multipleintelligences” Howard Gardner tidak mendapatkan perhatian dan pengembangan yang seharusnya. Ranah sikap dan nilai terabaikan dalam kadar yang sama dengan ranah kemampuan/ketrampilan. Kedua ranah yang disebutkan belakangan ini diperlakukan seperti ranah pengetahuan sehingga proses belajar dan materi pelajaran kedua ranah tersebut dikerdilkan menjadi ranah pengetahuan.
Ketrampilan dan nilai serta sikap yang dikembangkan Kurikulum 1975 masih relevan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia masa kini dan masih relevan dengan kebijakan pendidikan Pemerintah akhir-akhir ini yang diterjemahkan dalam kebijakan pendidikan budaya dan karakter bangsa, belajar aktif, mandiri. Ruang lingkup kajiannya adalah Substansi materi ilmu-ilmu sosial yang bersentuhan dengan masyarakat, gejala, masalah, dan peristiwa sosial tentang kehidupan masyarakat.
2.4  PRINSIP YANG MENDASARI PERKEMBANGAN KURIKULUM SMP 1975
Dalam menyusun dan membakukan kurikulum 1975 digunakan beberapa prinsip yang memungkinkan sistem pendidikan di sekolah benar-benar lebih efisien dan efektif. Prinsip-prinsip itu adalah :
a)      Prinsip Fleksibilitas Program
b)      Prinsip efisiensi dan efektivitas
c)      Prinsip berorientasi pada Tujuan
d)     Prinsip Kontinuitas
e)      Prinsip Pendidikan Seumur Hidup
Kelima prinsip tersebut digunakan dalam aspek pengembangan kurikulum yang berbeda. Prinsip fleksibilitas program memberikan kemungkinan bagi sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan ketrampilan yang berbeda baik pendidikan ketrampilan wajib mau pun pilihan. Sekolah harus menentukan proram pendidikan mana yang akan dikembangkan disesuaikan dengan fasilitas yang  dimiliki sekolah dan kebutuhan masyarakat akan ketrampilan yang ada pada program yang ditawarkan kurikulum. Sekolah harus menghindari kejenuhan yang terjadi di masyarakat akan kebutuhan suatuketrampilan tertentu sehingga peserta didik dapat memanfaatkan ketrampilannya untuk mencari pekerjaan.
Prinsip efisiensi dan efektivitas digunakan untuk memanfaatkan waktu yang tersedia di kelas dengan sebaik-baiknya dan kemampuan belajar peserta didik diukur dari beban tugas yang harus dilakukannya. Kurikulum mendesain agar proses belajar-mengajar di kelas tidak menghabiskan waktu belajar untuk menyalin materi pelajaran dari papan tulis. Penerapan prinsip efisiensi dan efektiitas kedua adalah dengan cara mengurangi jam belajar per minggu dari 42 jam menjadi 36. Pengurangan jam belajar tersebut dilakukan dengan landasan pikiran bahwa jam belajaar yang terlalu padat tidak memberikan peluang bagi peserta didik untuk mencernakan materi pelajaran dengan baik karena jenuh, dan memungkinkan peserta didik menggunakan waktu untuk mengembangkan kreativitas di luar kegiatan kelas. Prinsip berorientasi pada tujuan digunakan untuk mengembangkan proebelajar-mengajar sehingga setiap guru dan peserta didik memahami apa yang akan mereka capai dengan materi pelajaran yang ada. Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dan materi pelajaran maka guru haru dapat menentukan proses belajar yang paling efektif.
Prinsip kontinuitas dirancang dan dikembangkan dalam pengertian bahwa adanya kontinuitas antara apa yang sudah dipelajari di SD dengan apa yang dipelajari di SMP dan juga dasar untuk melanjutkan belajar ke jenjang yang lebih tinggi. Prinsip ini merapakan prinsip kurikulum yang cukup penting yang sering diistilahkan dengan “verticalorganization”. Kontinuitas dalam “verticalorganization” tidak saja berkenaan dengan materi pengetahuan (knowledge) yang sudah dipelajari di sebuah jenjang pendidikan tetapi juga kontinuitas antara materi ketrampilan (intelektual, emosional, sosial, psikomotorik) dan materi afekti (nilai dan sikap) dari kelas/sekolah ke kelas/sekolah yang lebih tinggi.

*      Pikiran Pokok Kurikulum 1975
Pada tanggal 17 Januari tahun 1975, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 008-D/U/1975, Pemerintah menetapkan kurikulum baru untuk SMP dan dinamakan Kurikulum 1975, sesuai dengan tahun penetapan berlakunya kurikulum tersebut. Dapat dikatakan bahwa Kurikulum 1975 memberikan landasan baru bagi kebijakan pengembangan kurikulum di Indonesia. Kurikulum 1975 merupakan kurikulum pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan teori, model, dan desain kurikulum modern. Pikiran teoritik tentang peserta didik, proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dijadikan dasar-dasar utama dalam pemikiran pengembangan kurikulum. Model pembelajaran yang dikenal dengan nama Perencanaan Sistem Instruksional menjadi model baru dalam dunia pendidikan Indonesia.
Dalam kegiatan pengembangan kurikulum 1975 pikiran teoritik dan prosedur pengembangan kurikulum modern dilaksanakan dalam pengembangan ide kurikulum, rancangan pembelajaran dan pedoman pelaksanaan. Ide kurikulum memuat landasan filosofis, teoritis dan model kurikulum dan sebenarnya adalah jawaban kependidikan Pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat sebagaimana yang dipersepsi oleh para pengambil keputusan dalam bidang pendidikan dan terjemahan dari kebijakan tersebut oleh para pengembang kurikulum secara teknis. Ide kurikulum tersebut dirancang sedemikian rupa dan ditulis dalam Buku I dokumen kurikulum yang dinamakan Ketentuan-ketentuan Pokok. Rancangan pembelajaran yang dinamakan Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) untuk setiap mata pelajaran dikembangkan dalam Buku II. Untuk melaksanakan Kurikulum 1975 dikembangkan Pedoman Pelaksanaan Kurikulum berkenaan dengan hal khusus dan model satuan pelajaran, penilaian, bimbingan dan penyuluhan, serta administrasi dan supervisi dalam Buku III. Model pengembangan dokumen kurikulum yang terdiri atas 3 buku ini nantinya dilanjutkan terus pada pengembangan kurikulum berikutnya dan baru berubah ketika kebijakan pendidikan memberikan wewenang pengembangan kurikulum kepada daerah dan sekolah.

2.5     RUANG LINGKUP KAJIAN KURIKULUM SMP 1975
Ruang lingkup kajian Kajian Kurikulum SMP 1975 adalah mencakup:
1. Siswa,
2. Sekolah,dan
3. Masyarkat
2.6 STRUKTUR KURIKULUM dan BIDANG PENDIDIKAN
Struktur Kurikulum SMP 1975 terdiri atas 3 program pendidikan, yaitu :
1)      Program Pendidikan umum
Program pendidikan umum wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi:
v Pendidikan Agama
v Pendidikan Moral Pancasila
v Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
v Pendidikan Kesenian
2)      Program pendidikan akademis
Program pendidikan akademis wajib diikuti oleh semua siswa dan meliputi:
v Bahasa Indonesia
v Bahasa Daerah
v Bahasa Inggris
v Ilmu Pengatahuan Sosial à sejarah masuk dalam IPS.
v Matematika
v  Ilmu Pengetahuan Alam
3)      Program pendidikan ketrampilan
Program pendidikan keterampilan terdiri atas:
a)      Pendidikan Keterampilan Pilihan Terikat, yang dapat dipilih di antara:
o   Praktik Pendidikan Kesejahteraan Keluarga:
§  Teknik
§  Jasa
§  Agraria
§  Maritim
§  Industri
§  Kerajinan
o   Pendidikan Keterampilan Pilihan Bebas, yang dapat dipilih di antara:
§  Praktikum Ilmu Alam
§  Praktikum Ilmu Hayat
§  Konversasi-diskusi
§  Olahraga Prestasi
§  Kesenian
§  Usaha Kesehatan Sekolah
Mata Pelajaran Sejarah dalam Kurikulum SMP tahun 1975 masuk dalam mata pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial ( IPS ). Dimana mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial masuk dalam program pendidikan Akademis yang wajib diikuti oleh semua siswa.
      Program Pendidikan Umum harus diikuti oleh eluruh peserta didik. Demikian pula dengan program Pendidikan Akademis yang akan menjadi dasar bagi mereka yang akan melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Program Ketrampilan terdiri atas dua kelompok yaitu Program Ketrampilan pilihan terikat yang berkenaan dengan berbagai ketrampilan vokasional dan Program Ketrampilan pilihan bebas yang berkenaan dengan berbagai kegiatan keilmuan, olahraga, kesenian dan kesehatan. Dua kelompok proramKetrampilan yang dikembangkan Kurikulum SMP 1975 memberikan keleluasaan kepada peserta didik untuk mendapatkan ketrampilan yang berguna untuk mengembangkan minat mereka untuk memasuki dunia kerja berbekal ketrampilan vokasional yang bersifat pilihan terikat dan ketrampilan untuk memperdalam suatu bidang minat tertentu. Keterkaitan dengan TAP MPRS tahun 1973 yang memberikan perhatian khusus kepada ketrampilan diterjemahkan dalam bentuk kedua pilihan ketrampilan ini.
*      Satuan Pelajaran dan Taksonomi Tujuan Pendidikan
Implementasi atau penerapan Kurikulum SMP 1975 di sekolah melalui perenanaan yang dilakukan guru yaitu dengan mengembangkan Satuan Pelajaran (Satpel). Satuan pelajaran pada dasarnya adalah rencana guru dalam mengembangkan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) menjadi kurikulum guru dalam bentuk rencana tertulis guru. Satuan pelajaran yang harus dikembangkan guru masih terbatas pada pengembangan satu pokok bahasan yang terdapat pada GBPP dan belum menjadi rencana pembelajaran guru untuk satu semester. Pemikiran bahwa implementasi kurikulum dilakukan melalui perencanaan guru dalam bidang studi secara terpisah masih mendominasi pemikiran para pengembang kurikulum. Oleh karena itu, Satuan Pelajaran dibuat oleh guru bidang studi tersebut baik yang dilakukan guru secara individual maupun dalam kelompok Musyawarah Kerja Guru Bidang Studi. Guru bidang studi IPS mengembangkan Satuan pelajaran untuk kelas yang diajarnya demikian pula guru bidang studi IPA, Matemateka, Bahasa Inggeris dan seterusnya.
Sebagaimana kurikulum sebelumnya, pemikiran bahwa kurikulum adalah kurikulum sekolah dan bidang studi atau pun mata pelajaran adalah bagian dari kurikulum sekolah belum menjadi fokus perhatian para pengembang kurikulum. Konsekuensi dari pemikiran bahwa kurikulum adalah kurikulum sekolah menghendaki perencanaan dokumen kurikulum yang menggambarkan adanya keutuhan tersebut. Oleh karena itu materi kurikulum yang masuk dalam kategori ketrampilan (ketrampilan kognitif, ketrampilan sosial, ketrampilan kinestetik, dan sebagainya), dan materi kurikulum yang masuk dalam kategori nilai dan sikap harus diorganisasikan sebagai materi kurikulum yang dikembangkan melalui materi pengetahuan yang diorganisasikan dalam label mata pelajaran atau bidang studi. Pemikiran semacam itu pernah dimunculkan dalam rancangan kurikulum berbasis kompetensi dengan label kompetensi lintas kurikulum.

*      Asesmen Hasil Belajar
Ada beberapa prinsip yang diperkenalkan oleh Kurikulum SMP 1975 berkenaan dengan asesmen hasil belajar, yaitu:
1)      Dikenalkan adanya asesmen formatif Jenjang kognitif
Dikembangkan Bloom dan kawan dan diterbitkan dalam buku yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives direvisi oleh Airasian, dan kawankawan  untuk menghilangkan kesalahpahaman, maka pengetahuan digambarkan secara terpisah dari kognitif, sintesis ditempatkan sebagai jenjang kognitif tertinggi, dan label untuk setiap jenjang diganti menjadi mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menilai (evaluate), mencipta (create).  dan sumatif.
2)      Adanya kebijakan mengenai frekuensi asesmen yang dilakukan terus menerus setiap suatu pokok bahasan selesai dipelajari sehingga prinsip asesmen modern yaitu asesmen dilakukan secara kontinu diperkenalkan oleh Kurikulum SMP 1975. Melalui penerapan prinsip ini maka dapat dikatakan peserta didik selalu berada dalam keadaan siap belajar dan mengikuti asesmen bahkan ada kesan bahwa peserta didik belajar untuk tes.

2.7  ALOKASI WAKTU Kurikulum 1975
Dalam Kurikulum SMP 1975 dinyatakan bahwa pendidikan kependudukan diintegrasikan ke dalam bidang studi yang relevan. Jam pelajaran untuk setiap minggu untuk setiap kelas berjumlah 37 dengan ketentuan bagi kelas yang memberikan pelajaran bahasa daerah, jam pelajaran setiap minggu berjumlah 39.



Alokasi waktu untuk setiap bidang studi adalah seperti tampak pada tabel berikut:
Program
Bidang Studi
Kelas
I
II
III
1
2
1
2
1
2
Umum
1.         Pendidikan Agama
2
2
2
2
2
2
2.         Pend. Moral Pancasila
2
2
2
2
2
2
3.         Olahraga & Kesehatan
3
3
3
3
3
3
4.         Kesenian
2
2
2
2
2
2
Sub Jumlah
9
9
9
9
9
9
Akademik
5.         Bahasa Indonesia
5
5
5
5
4
4
6.         Bahasa Daerah*)
2
2
2
2
-
-
7.         Bahasa Inggris
4
4
4
4
4
4
8.         Ilmu Pengetahuan Sosial
4
4
4
4
4
4
9.         Matematika
5
5
5
5
5
5
10.     Ilmu Pengetahuan Alam
4
4
4
4
4
4
Sub Jumlah
22
22
22
22
22
22
Sub Jumlah**)
24
24
24
24
24
24
Pendidikan Keterampilan
11.     Pilihan Terikat
6
-
6
-
6
-
12.     Pilihan Bebas
-
6
-
6
-
6
Jumlah jam pelajaran per minggu
37
37
37
37
37
37
Jumlah jam pelajaran per minggu**)
39
39
39
39
39
39





2.8  CIRI-CIRI KURIKULUM 1975:
Kurikulum 1975 memiliki ciri-ciri khusus sebagai berikut:
1.      Menganut Pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Setiap guru harus mengetahui dengan jelas tujuan yang harus dicapai oleh setiap murid di dalam menyusun rencana kegiatan belajar-mengajar dan membimbing murid untuk melaksanakan rencana tersebut.
2.      Menganut pendekatan yang integratif, dalam arti setiap pelajaran dan bidang pelajaran memiliki arti dan peranan yang menunjang tercapainya tujuan yang lebih akhir.
3.      Pendidikan Moral Pancasila dalam kurikulum 1975 bukan hanya dibebankan kepada bidang Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila di dalam pencapaiannya, melainkan juga kepada bidang pelajaran ilmu pengetahuan sosial dan pendidikan agama.
4.      Kurikulum 1975 menekankan pada efisiensi dan efektivitas pengguna dana, daya dan waktu yang tersedia. 
5.      Mengharuskan guru untuk menggunakan teknik penyusunan program pengajaran yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI).
6.      Organisasi pelajaran meliputi bidang-bidang studi: agama, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, kesenian, olahraga dan kesehatan, keterampilan , disamping Pendidikan Moral Pancasila dan integrasi pelajaran-pelajaran yang sekelompok.
7.       Pendekatan dalam strategi pembelajaran memandang situasi belajar-mengajar sebagai suatu sistem yang meliputi komponen-komponen tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, alat pembelajaran, alat evaluasi, dan metode pembelajaran.
8.      Sistem Evaluasi, diakukan penialain murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran terkecil dan memperhitungkan nilai-nilai yang dicapai murid-murid pada setiap akhir satuan pembelajaran. 

2.9. SISTEM PENILAIAN KURIKULUM SMP 1975
Penilaian dalam Kurikulum 1975 dilakukan dalam ulangan harian, ulangan semester, dan ujian sekolah. Ulangan harian dan ulangan semester dilakukan oleh guru dan dijadikan sebagai dasar untuk pemberian nilai dalam rapor dan kenaikan kelas, sedangkan ujian sekolah dikoordinasikan dalam rayon (tingkat kabupaten atau provinsi) untuk menentukan kelulusan. Bentuk soal yang digunakan adalah soal uraian dan pilihan ganda. Penentuan kenaikan kelas dan kelulusan dilakukan sekolah. 
Adapun cara penentuan nilai rapor dilakukan dengan penggabungan hasil penilaian formatif dan sumatif. Langkah-langkahnya adalah (a) mengubah hasil penilaian formatif ke dalam nilai berskala 1- 10, dan (b) menghitung nilai rata-rata hasil penilaian sumatif dengan hasil penilaian formatif. Pedoman kenaikan kelas dalam Kurikulum 1975 dinyatakan bahwa seorang siswa naik kelas bila pada semester II  (a) tidak ada nilai 3 (tiga), (b) nilai rata-rata bidang studi adalah 6 (enam), dan (c) apabila terjadi hal-hal yang meragukan berkenaan dengan kriteria yang berlaku, keputusan diserahkan kepada wali kelas dan kepala sekolah.

*      Kelemahan dan Kelebihan Kurikulum SMP Tahun 1975
A.    Kelemahan
Bentuk kurikulum yang demikian dipandang mengandung beberapa kelemahan, antara lain terlalu terpusat pada pencapaian tujuan, sehingga melupakan proses yang dalam dunia pendidikan sangatlah penting. Dan juga Kurikulum ini hanya terpusat pada guru saja sehingga siswa dibatasi Kreativitasnya.
B.     Kelebihan
Krurikulum ini adalah Pembaharuan dari kurikulum sebelumnya sehingga kelemahan kurikulum sebelumnya dapat dihilangkan. Dan juga kurikulum ini sangat mementingkan tercapainya tujuan, sehingga tujuan Hasil akhirlah yang menjadi pusat perhatiannya








BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kurikulum SMP tahun 1975 dibentuk karena kurikulum sebelumnya dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan politik, sosial, budaya, teknologi dan terutama ekonomi. Dan menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif. Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen.
Kurikulum tersebut dalam pembuatannya telah mengikuti pedoman yang di dalamnya terdapat prinsip-prinsip yang melandasi kurikulum SMP 1975 tersebut. Diantara prinsip itu adalah prinsip fleksibilitas program, prinsip efisisensi dan efektivitas, prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip kontinuitas, dan prinsip-prinsip pendidikan seumur hidup. Dalam implementasinya guru mengembangkan satuan pelajaran, Satuan Pelajaran dibuat oleh guru bidang studi tersebut seperti guru bidang studi IPS mengembangkan Satuan pelajaran untuk kelas yang diajarnya, demikian pula guru bidang studi IPA, Matemateka, Bahasa Inggris dan seterusnya.












Daftar Pustaka

Internet :
·         www.wow.com/1975
·         http://kangdaengnaba.blogspot.com/2012_08_01_archive.html